Karena aku percaya,
selain hukum gravitasi yang mutlak, ada hukum penguapan kata, bahwa apa yang
tidak ditulis akan menguap. Kutulis sejarah ini sebagai pengingat bahwa jalan
kita tak hanya bersilangan karena engkau dan aku dilahirkan dari rahim yang
bertautan darah.
Berbicara tentang
hidup, aku sangat bersyukur dapat memiliki hidup yang dalam beberapa bagiannya
bersilangan dengan milikmu. Seolah kita adalah dua telur elang yang menetas
hampir bersamaan lalu saat masing-masing kita telah mampu terbang untuk hidup
dalam perburuan, ada banyak sekali langit dan padang yang bersama-sama kita
lintasi.
Pengalaman terbang
bersama-sama denganmu adalah hal yang sulit sekali dibiarkan begitu saja
mengalir ke laguna sejarah tanpa lebih dahulu menyesap sari pati pengajaran
darinya. Terima kasih abang, untuk
waktu, cengkerama, dan kesediaan masing-masing kita untuk berbagi langit dan
padang yang sama.
Jauh di masa lalu,
saat sayap-sayap kita masih terlalu muda untuk terbang dan menukik, aku sempat
percaya bahwa kita adalah agen dari luar angkasa yang sengaja dipisahkan oleh
jarak. Kita dibuat amnesia, tapi masih tersisa sedikit ingatan agar kita terus berusaha
mempersatukan diri dan menyelamatkan dunia. Itulah mengapa, dulu aku sangat
senang sekali jika mendapat kabar bahwa engkau akan datang, pulang.
Lalu
kita bisa bermain sepuasnya di halaman rumah, tak berhenti kecuali ada
panggilan untuk mandi. Kesukaanmu adalah membentuk pasir menjadi serupa wajah
superhero kebanggaan generasi 90an: Ultramen, lalu menancapkan daun-daun mangga
kering sebagai hiasan kepalanya. Kita juga rutin berburu daun Pohon Nangka
kemudian merangkainya menjadi serupa mahkota raja, menjahitnya dengan potongan
lidi yang dengan sembarangan kita rampas dari sapu lidi simbah. Ah, saat kita
memanjat hingga sampai di puncak gapura pinggir kali, sambil mengenakan mahkota
daun nangka, aku merasa sangat bangga, kita adalah raja-raja yang tak gentar
melawan apapun. Kita lebih daripada pemenang.
Bermain
di pinggir kali adalah hal menyenangkan lain yang juga sangat menantang saat
kita masih kecil dulu. Kita menghanyutkan daun-daun kering dari sebelah selatan
jembatan lalu buru-buru berpindah ke sisi jembatan yang lain hanya untuk
melihat apakah “kapal” kita melaju bersama aliran sungai. Ada rasa lega yang sederhana ketika mata kita
terpaku pada daun-daun kering yang hanyut terbawa sampai jauh. Andaikan ya, di
hidup kita yang sekarang, kita bisa melepas pergi hal-hal yang terlalu erat
kita pegang dalam hidup atau hal-hal yang memang sangat ingin kita buang
semudah kita melarung daun-daun kering di kali itu.
Kita
dulu sama-sama kecil kerontang susah makan. Sama-sama menderita ketika dipaksa
untuk makan. Saat itu sungguh tidak menyenangkan, khususnya saat terpaksa harus
melakukan sesuatu yang tidak kita sukai karena di bayang-bayangi oleh ancaman.
Sayangnya saat itu kita mungkin masih terlalu dini untuk memahami bahwa itu
semua diupayakan orang-orang dewasa untuk kebaikan kita. Jika kita tarik di
masa sekarang, apakah tetap demikian ya? Bahwa kadang untuk kebaikan diri kita,
kita tetap harus membuat keputusan meskipun kita tidak menyukainya dan kondisi
di sekeliling kita menjadi ancaman.
Justru
aku sering berpikir sebaliknya, bahwa keputusan yang kita buat tanpa paksaan
dan kita sungguh menyukainya adalah keputusan-keputusan yang membuat kita lebih
banyak belajar. Belajar bertanggung jawab dan tulus hati mengerjakan sesuatu.
Jika demikian
adanya, kegagalan hanyalah satu belokan singkat yang membuat kita lebih kuat
untuk melaju.
Ada banyak sekali
momen-momen yang terlalu indah untuk dilewatkan semasa kita menghabiskan masa
kecil dulu bersama-sama. Kita main kartu sampai pagi, tergila-gila dengan
poker, berburu nasi goreng tengah malam. Juga saat kita menghabiskan waktu
menyenandungkan ribuan lagu. Kita pun menjalin melodi-melodi entah apa yang aku
yakin terdengar berisik memenuhi udara saat itu.
Betapa musik bisa
menjadi media untuk mengingat dan mengenang masa lalu, adalah misteri yang
masih belum bisa kita mengerti sebagai makhluk terrestrial yang berjalan dengan dua kaki.
Saat beranjak
dewasa, dunia kita mulai semakin berubah. Sebagai elang yang telah punya paruh
cukup kokoh serta sayap yang tangguh, kita lebih banyak terbang pada langit
yang berbeda. Mengejar perburuan masing-masing. Sesekali langit itu meluruh
menjadi satu dan kita bertemu. Kadang hanya bertegur sapa sekadarnya.
Engkau adalah kitab
terbuka tempatku belajar menyeberangi hidup. Caramu menjalani setiap pintu
takdir dalam hidup, senyapmu yang kadang membuat orang lain merasa cukup, serta
hadirmu yang menyalakan banyak warna.
Jika suatu hari
anakku bertanya kepadaku tentang dimana aku belajar tentang kesetiaan, aku akan
menyuruh mereka datang ke rumahmu. Ceritakan kepada mereka tentang caramu
mewujud setia seperti itu, pengabdianmu untuk orang-orang yang kau sayangi,
juga pengorbananmu untuk menjalani kehidupan yang kadang mungkin tidak seperti
yang kau mau, tapi tetap kau kerjakan untuk senyuman orang banyak. Juga ajari
mereka tentang kesederhanaan yang tak selalu perlu diucapkan lewat kata-kata,
seperti yang selama ini menjadi padanan hidupmu.
Aku sangat
bersyukur punya banyak langit yang sama sepertimu, semoga kita terus dianugerahi kesempatan dan tenaga untuk bertemu
entah di langit tertinggi atau di dasar padang-padang di bawah sana. Jika sayap
kita sama-sama terlalu kelu untuk terbang jauh, mari kita bertengger sejenak di
pucuk-pucuk pohon berangin lembut itu, lalu kita bisa terbang bersama-sama
lagi, di langit yang sama, meski dengan tujuan yang berbeda.
Semoga kasih dan
kekuatan Sang Pencipta yang Luhung senantiasa ada menuntun hatimu dengan arah
angin yang telah ia rancangkan bagimu.