Es Batu

Satu jam sebelum tahunmu berubah angka,
daun jendelaku berderak ditiup angin utara.
Butiran salju menandak riang mencumbu udara
melayang kian kemari mengundangku menari.

Adakah engkau tahu, menantimu ibarat tumpukan tapi di ujung tiap-tiap hari.
Di dalamnya selalu kucari rindu, sambil menenggak secangkir air putih tak berkopi.
Kupanggil angin utara, agar ditiuapnya gundukan tapi di ujung hari.
Tak mau katanya, ia sibuk mencintai butir-butir salju.

Rindu bagiku sudah beku jadi es batu.
Kusimpan ia di rak kulkas nomor satu, di samping kotak es krim cokelatku.
Biar saja tak kasat mata, sepanjang kau tahu, cukup sudah bagiku.
Akan ku halau angin utara, agar ia tak lelehkan rindu jadi ragu dan tanya.

Jendelaku masih berderak, serak sekali terdengarnya,
berteriak-teriak pada langit agar mengusir angin utara
Ah, kedua daun jendelaku cuma cemburu pada angin, salju, dan udara.
Ketiganya mampu bersama tanpa perlu jadi sama, menari hiraukan tapi, dan merindu tanpa jadi beku.

Atau, 
aku saja yang enggan mengaku, tahun baruku sepi tanpa ada kamu.




Diberdayakan oleh Blogger.