Guru hidup,
Terima kasih telah mengajari saya untuk
hidup sebagai manusia.
Caramu menertawakan kehidupan adalah
kejujuran, sisi yang paling sering dihindari oleh mereka yang menyebut dirinya
manusia.
Mereka bisa terus berlomba untuk menjadi pribadi
paling dipuja, sibuk mengejar hal-hal yang justru lari daripadanya, dan sibuk
bermimpi sambil berhias diri agar terlihat sangat baik dan sangat benar.
Mereka-reka kebenaran dengan pembenaran.
Sejak saya memantapkan hati untuk belajar
tentang hidup, guru adalah satu di antara sedikit sekali pribadi yang entah
bagaimana caranya, saya jumpai sebagai antitesa dari kebanyakan manusia.
Engkau menjumpai hidup seolah ia kawan lama
tanpa kadaluarsa, tak perlu membuatnya terjepit di antara drama hanya untuk
membuatnya tetap tinggal di pihakmu.
Saat ia berbagi pahit, kalian berdua tak
segan mengecapnya bersama, tanpa harus saling bermusuhan.
Hidup adalah perayaan setiap hari bagimu, ia
tak sekadar pesta berdekorasi artifisial yang komplit dengan undangan
berenda-renda agar semua orang boleh mencicipi satu malam kemegahanmu. Lalu
decak kagum itu mengerak di bibir gelas-gelas kosong bekas gin, meninggalkan
tumpukan sampah berlusin-lusin.
Hidup yang kaupunya adalah perayaan sederhana
namun senantiasa ada. Engkau bersulang dengan hidup untuk masa kering maupun
masa panen bergulir.
Darimulah saya belajar menjadi manusia yang tak hanya
sibuk mendekorasi hidup, tapi menjadikannya teman sepejalanan.
Saya berkhayal jika suatu nanti Nyala sudah
dewasa, ia akan bangga karena di dalam hidup yang diwariskan kepadanya, ada
kisah tentang antitesa dari arus besar kehidupan manusia kota.
Semoga kisah perjalananmu bersama hidup
senantiasa menyerupa kitab terbuka untuk menjadikan semakin banyak manusia
mampu terjaga.
Saya berdoa agar hidupmu adalah kelindan
yang indah antara pilihan dan kemungkinan.
Selamat ulang tahun guru kehidupan.
Salam dari titik kecil di Amerika Utara.