Kepadamu Kapsul Waktu



Engkau terlalu banyak tahu tentang hidup. 
Melahap kisah demi kisah lalu diam-diam merekam ribuan tanda tanya.

Andai saja matamu tak pernah terpejam, berapa juta tera ruang hatimu?
Pahitmu adalah cara tuk perlebar ruang sukma, tapi aku tak begitu suka.
Engkau berdusta pada kelopak mata, lenyapkan saja kantuk dengan kopi.
Lalu bangun tanpa mengerti. Ingkari ingatan, larikan sepasang kaki.

Kepadamu kapsul waktu,

Jendela dan kursi tak pernah janji ada hidup tanpa belati.
Bunga di meja tak kan berkisah sakitnya disayati, dikuliti, direnggut, atau dijadikan mati.
Tapi ada sejuta tapi, di ruang-ruang luka bekas kopi pahit di sukma.
Aku kira ada esok nanti saat asa menari menginjak luka.
Engkau mengangguk setuju meski ragu akan akhir dan awal mula.
Sementara ruangmu hampir penuh.
Tengoklah jendela itu, kaulihat bongkahan bahagia di sana.
Juga kursi di samping pintu kamar, kau jumpa saja tanpa praduga.

Dan kau inginkan ia segera tiba tanpa selembarpun peta.
Menemukanmu di galian pertamanya.
Membukamu seketika.
Tenggelam pada ruang-ruang sukma.
Aku kira ada esok nanti saat asa menuntunnya tiba.

Tahanlah laju cahaya, bintang belum jatuh sebagai tanda.
Adakah ia tertahan mendung kelabu tebal di kelopak matamu?
Katamu segala sesuatu ada kalanya.
Aku tak percaya.
Waktu tak akan ada jika tak kau percaya hadirnya ia.
Kau sendiri menggenggam waktu di galur-galur ampas kopi.

Semoga engkau masih terjaga.
Mengingat betul awal mula juga cara.
Agar pada suatu ketika, ada peta langit juga cahaya pertanda.
Ia akan tiba tanpa sejuta tapi, tanpa belati, tanpa secangkir kopi
Hanya jangan berdusta pada kelopak mata.

Karena ada bongkahan bahagia di sana.
Di satu kursi samping jendela.




Diberdayakan oleh Blogger.